Kamis, 26 Mei 2011

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR (ILEGAL LOGGING)

Judul :
TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR (ILEGAL LOGGING)

Pengarang/Penulis :
Heryanti

Alamat/Sumber Jurnal :
Review Jurnal :
Meningkatnya nilai ekonomis atas hasil hutan semakin memperkuat eksistensi masyarakat dan pengusaha untuk semakin giat melakukan pengelolaan atas hasil hutan yang sangat besar. Hal ini dibuktikan dengan ruang lingkup perdagangan hasil hutan keluar negeri melalui proses ekspor yang diperjual-belikan ke Negara-negara yang sudah berkembang. Namun satu hal yang harus diperhatikan adalah mengenai ketentuan yang telah diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf e Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, dinyatakan bahwa: “setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang”.
 Masalah penegakan hukum dapat dibahas dari segi peraturan perundang-undangan,segi aparat penegak hukum dan segi kesadaran masyarakat yang terkena peraturan itu. Kajian terhadap UUPLH dan perangkat peraturan perundang-undangan lingkungan mengungkapkan banyak kelemahan dan kerancuan perumusan yang memerlukan pemahaman secara proporsional, khususnya dalam menerapkan sanksi pidana yang bertujuan untuk menjerakan para pelanggar hukum lingkungan supaya tidak mengulangi kesalahannya. Lingkungan hidup adalah Anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat yang merupakan Karunia dan Rahmat-Nya dan wajib dilestarikan serta dikembangkan kemampuannya agar tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan masyarakat serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Oleh karena itu, hakikat sanksi pidana adalah sarana atau alat untuk memidana (menghukum) secara fisik dan materiil para pencemar lingkungan yang terbukti bersalah melanggar hukum. Akan tetapi sanksi pidana dalam hukum lingkungan adalah sebagai alternatif sanksi terakhir (ultimum remedium) dan bukan pula sanksi utama (premium remedium) setelah sanksi administratif dan sanksi perdata tidak mampu diterapkan dan menjerakan para pencemar lingkungan hidup. Penanggulangan atau “penyembuhan” yang dilakukan oleh hukum pidana merupakan penyembuhan atau pengobatan simptomatis bukan pengobatan kausatif sehingga pemidanaan (pengobatan) terhadap para pelanggar hukum bersifat individual atau personal dan tidak bersifat fungsional atau struktural (Arif, 1998 :49). Sebab, pemanfaatan lingkungan untuk pembangunan adalah sebagai upaya sadardalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar