Judul :
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Fenomena Global: Suatu Kajian Aspek Hukum
Penulis :
Hasim Purba, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Sumber/Link:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17175/1/equ-agu2006-11%20%281%29.pdf
Review:
Awal tahun 1990-an merupakan suatu pembukaan era baru yang sangat historis dalam sejarah dunia modern. Perkembangan kehidupan global yang ditandai dengan timbulnya berbagai kelompok/blok kekuatan kerjasama ekonomi seperti GATT/WTO, Kerjasama Ekonomi Asia Fasifik (APEC), NAFTA (Persetujuan Perdagangan Bebas Amerika Utara), AFTA menuntut berbagai negara termasuk Indonesia untuk dapat bergabung dan bekerjasama dengan negaranegara lain yang tergabung dalam organisasi tersebut.
KEK SEBAGAI PELUANG DAN ANCAMAN
Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan.Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang pernahdikembangkan pemerintahan sebelumnya adalah Pembentukan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dibeberapa Provinsi di Indonesia seperti: Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET) di Indonesia (Listiyorini, 2006: 15)
KEK sebagai Ancaman
Di samping kita menelaah KEK sebagai peluang, tentunya program KEK juga mengandung berbagai kelemahan yang dapat menjadi ancaman bagi negara penerima KEK termasuk seperti Indonesia. Berbagai aspek yang rentan berbenturan dengan program KEK perlu mendapat perhatian serius, seperti aspek hukum, aspek sosial budaya, aspek politik termasuk aspek pertahanan dan keamanan, jadi dengan demikian masalah KEK tidak tepat apabila kita hanya tinjau dari perspektif keuntungan ekonomi belaka, tapi berbagai aspek tersebut di atas juga harus mendapat telaahan secara proporsional.
Program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai fenomena global sulit untuk dihempang, karena dalam program KEK terdapat dua pihak yang sebenarnya saling membutuhkan. Negara-negara maju sangat berkepentingan untuk mengembangkan jangkauan kegiatan perekonomiannya baik yang dilakukan secara Goverment to Goverment (G to G) maupun yang dilakukan oleh perusahaan Transnasional sebagai investor; sementara dipihak negara-negara berkembang atau negara-negara terbelakang pada umumnya membutuhkan dukungan investasi asing dalam mengolah sumber daya alam yang ada dinegerinya guna mengembangkan perekonomian negara yang bersangkutan. Namun dalam pelaksanaannya hubungan kerjasama penanaman investasi asing mengalami ketimpangan dalam pembagian keuntungan, di mana porsi keuntungan biasanya jauh lebih besar bagi negara investor, sehingga negara penerima investasi hanya memperoleh bagian yang sangat minimum; hal ini juga dikhawatirkan dalam praktek KEK yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia harus mampu memperjuangkan posisi tawar kita, sehingga dalam pelaksanaan KEK, Indonesia juga memperoleh manfaat keuntungan yang signifikan dan proporsional, di samping itu Indonesia juga harus terhindar dari sapi perahan negara maju/investor asing dalam program KEK tersebut.