Kebutuhan masyarakat terhadap jual beli salam
Banyak pemilik  kemampuan dan keterampilan, seperti para petani dan pengusaha industri,  yang membutuhkan jual beli salam ini, apabila di tangan mereka tidak ada  harta modal. Mereka menjual sampel produk mereka, berupa hasil  pertanian atau pabrik, di awal (sebelum ada barang yang dihasilkan) dan  mendapatkan uang kontan.
Dengan uang kontan ini, mereka dapat  memenuhi kebutuhan diri dan keluarga mereka selama jangka waktu sebelum  sempurnanya produk mereka tersebut. Uang kontan tersebut juga bisa  mereka gunakan untuk menyiapkan bahan baku dan membiayai operasional  pengadaan produk tersebut, baik untuk membeli bibit, alat, pupuk, dan  selainnya. Bisa juga digunakan untuk menggaji karyawan dan membayar  biaya operasional harian.
Kemudian, ketika barang hasil produk  telah siap sepenuhnya, pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya,  mereka menyerahkan jumlah produk yang telah disepakati kepada pembeli.  Apabila produknya tidak dapat memenuhi pesanan tersebut maka mereka  harus mencari dan mendapatkan produk orang lain untuk memenuhi pesanan  tersebut. Hal ini terjadi karena pemenuhan pesanan barang (al-muslam  fihi) tidak boleh ditentukan harus berupa barang hasil produksi mereka  saja (Buhuts Fiqhiyah, 1: 187).
Bila melihat kepada sistem jual beli salam di atas, memang kemaslahatan atau keuntungan akan didapatkan oleh kedua belah pihak.
Si Penjual memperoleh kemaslahtan dan keuntungan, berupa:
1.     Mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang  halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa  harus membayar bunga. Dengan demikian, selama belum jatuh tempo, penjual  dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya  dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa ada kewajiban apa pun.
2.     Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli,  karena biasanya, tenggat waktu antara transaksi dan penyerahan barang  pesanan berjarak cukup lama.
3.    Tidak usah mengeluarkan biaya  dan upaya dalam menjual habis produknya, karena produk mereka telah  habis terbeli sebelumnya.
Demikian juga, Si Pembeli bisa memperoleh kemanfaatan dan keuntungan, berupa:
1.    Jaminan mendapatkan barang (al-muslam fihi) sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.
2.     Mendapatkan barang yang dibutuhkan tersebut dengan harga yang lebih  murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia sudah sangat  membutuhkan barang tersebut. Hal ini disebabkan beberapa hal:
a.     Pembeli telah memberikan uang kontan dalam tempo salam tersebut.  Padahal, memungkinkan baginya untuk bisa memanfaatkan uang itu selama  tempo tersebut. Sehingga, pantas saja bila pembeli mendapatkan harga  lebih murah.
b.    Pembeli berkomitmen untuk membeli barang  produk tertentu, dan di sini ada spekulasi, sebab bisa jadi, ketika  barang tersebut diserahkan oleh penjual, ternyata harganya di pasaran  lebih murah karena stok barang di pasaran cukup banyak atau permintaan  yang kurang.
c.    Pembeli, kadang, terpaksa harus mencari  kesempatan untuk memasarkan barang yang telah mereka beli tersebut,  apabila mereka membelinya bukan untuk kebutuhan pribadinya saja.
Dengan  ini, jelaslah bahwa jual beli salam merupakan sarana efektif dalam  menyatukan dua unsur penting dari faktor pendorong produksi, yaitu harta  dan tenaga kemampuan, dengan jalan yang diridhai semua pihak terkait,  dalam pembagian usaha (lihat Buhuts Fiqhiyah, 1:187--188, dengan  penambahan dari penulis).
Akan tetapi, perlu diingat tentang  adanya usaha sebagian orang kaya pemilik modal yang “memancing ikan di  air keruh” ketika para petani atau pengusaha industri mengalami  kesempitan dan kebutuhan mendesak dalam hal pengadaan modal secara  cepat. Orang kaya ini menjadikan jual beli salam sebagai sarana menekan  harga hingga sangat rendah sekali. Seandainya bukan karena kesempitan  dan kebutuhan modal yang mendesak, tentulah para petani dan pengusaha  industri akan menolak “uluran” modal tersebut. Praktik penawaran modal  semacam ini tidaklah benar dan jelas-jelas terlarang dalam syariat  Islam, karena termasuk dalam kategori bai’ al-mudhthar (jual beli dalam  keadaan terdesak).
Artikel www.PengusahaMu
 
kurang spesifik gan.....
BalasHapus